Ibu,, itulah panggilannya. Ibu yang sering ku panggil Mamak ialah wanita nomor satu ku.
Dahulu bagiku mamakku "just" Mamak yang melahirkanku. Mamak yang "memang bertugas sebagai Mamak" untuk anak-anaknya. Pandanganku ini karena aku menganggap Mamakku tidak pernah memberikan kasih sayangnya padaku. Mamakku membedakan aku dengan adikku. Mamakku meninggalkan aku di Jogja dengan Simbok yang sudah tua. Hal ini dilakukan kedua orang tuaku mengingat Simbok yang sudah tua namun tidak ada yang menjaga sedangkan Bapak di Bekasi tak dapat hidup seorang diri sebab stroke ringan mendera tubuhnya yang mulai tua.
Sampai dewasa jika aku mengingat hal itu membuatku menjadi sesak sendiri. Pernah suatu ketika aku menuntut kepada Bapak Mamak dan aku "memberontak" sejadi-jadinya. Ku utarakan semua beban yang ku tanggung itu dengan setengah berteriak. Sampai akhirnya Mamakku terisak dan Bapak yang hanya bisa menatap nanar dengan mata berkaca. Di ruang itu kami hanya terdiam. Hanya suara sesenggukan Mamak dan aku yang menggema di gubuk kecil kami. Sampai akhirnya Bapak angkat suara dan menenangkanku. Aku yang egois pun meninggalkan mereka di tengah kekagetan mereka.
Setelah ku ungkapkan isi hati yang bagai bom waktu di hati itu rasanya plong. Bapak dan Mamak tidak pernah marah. Setelah kejadian itu kami menjadi mengerti. Meskipun ku tahu Bapak dan Mamak pasti sedih. Peristiwa itu membuat kami menjadi banyak belajar. Aku tahu apa yang dikerjakan orang tuaku ketika itu. Mereka berusaha melakukan yang terbaik untukku. Di rumah petak nun jauh di sana mereka berjuang meraup rejeki yang berserak di Bumi Allah. Ku kuatkan ingatanku ketika aku kecil dulu. Dan ku tahu apa yang ku perbuat (berteriak) pada Mamak dan Bapakku telah keliru. Namun aku tidak pernah menyesal karena setelah itu semua berjalan dengan baik-baik saja. Mamak dan Bapak tau apa yang ku mau sedangkan aku tahu betapa besar cinta mereka untukku.
Singkat cerita kini aku makin cinta pada Mamak dan Bapakku. Dan kecintaanku pada Mamakku kini menjadikan Mamak sebagai wanita nomor satu di hatiku. Aku yang kini mulai banyak bercerita pada Mamak dan Mamak yang mengajari kehidupan padaku. Tidak bukan mulai mengajari hanya meneruskan pendidikan part 2-nya kepadaku. Mengajarkan perjuangannya menjadi seorang ibu kepadaku. Meski aku belum menjadi seorang ibu tentu saja. Aku menikmati romansa kepingan episode kehidupanku ketika ku menjajaki fase dewasa ini.
Belajar dari sejarah Mamak melahirkanku. Belajar mengerjakan pekerjaan ibu rumah tangga. Baru tiga hari rasanya saja sudah tidak kuat. Sedangkan Mamak sudah melakukan urusan ini sejak 23 tahun silam. Masya Allah. Maka aku hanya bisa memeluk engkau dari belakang Mak, Wanita Nomor Satuku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar